About Chemistry, Environment, Waste Management and Green Life Inspirations

31 August 2009

Mengubah Paradigma Ekonomi Migas

Bahan bakar yang diperoleh dengan proses BioForming

Bahan bakar yang diperoleh dengan proses BioForming

Salah satu pekerjaan yang pernah dilakukan Lee Edwards selama 25 tahun karirnya di British Petroleum (BP) adalah memimpin usaha raksasa energi tersebut membuat imej baru. Sekarang, sebagai CEO dari Virent Energy System, perusahaan biofuel yang telah berdiri selama 7 tahun di Madison, Wisconsin, dia telah bergerak jauh melampaui petroleum. Dengan proses eksklusif yang dinamakan BioForming, Virent mengklaim proses tersebut dapat mengkonversi gula dari jagung, switchgrass, dan tanaman pangan lainnya menjadi bahan bakar dengan densitas energi yang lebih tinggi daripada etanol.

Di samping resesi yang menimpa Amerika Serikat dan sejumlah negara di dunia, uang nampaknya terus mengalir bagi Virent. Venture capital diakui Edwards tetap berkembang, hanya lebih selektif. Kebanyakan investor mencari peningkatan teknologi yang telah dapat dibuktikan — proyek angin, solar, sejumlah akticitas berbahan bakar gas. Sejauh ini, perusahaan telah meraih 70 juta dolar dan banyak investor, termasuk Honda (HMC) dan Cargill. Perusahaan ini juga telah melakukan kontrak kolaborasi partnership dengan raksasa minyak Shell (RDSA).

Teknologi BioFarming bekerja dengan prinsip sederhana. Air gula masuk dan bergerak melalui sejumlah reaktor berkatalis, yang akan merengkah molekul-molekul gula dan mereaksikannya dengan bantuan katalis sehingga ada rekombinasi. Reaksi tersbut berlangsung kontinyu dan self-sustaining. Bahan bakar dari gula dengan proses reaksi berkatalis adalah suatu hasil dari proses kimia yang unik. Reaksi katalitik dari pemutusan ikatan gula dan kemudian merekombinasikannya menghasilkan energi lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk melangsungkan suatu proses yang berkelanjutan. Hal ini berbeda dengan etanol, yang membutuhkan energi yang sangat besar untuk melakukan pemisahan final terhadap air.

Edwards berharap, pada tahun 2020, industri biofuel dapat menggantikan 15-20 persen bahan bakar dari fosil. Namun, ia juga mengatakan bahwa hal tersebut akan bergantung pada batas-batas tertentu, tergantung pada sifat biofuel itu sendiri. Jika biofuel hanya difokuskan pada etanol, angka tersebut menurutnya tidak akan bisa tercapai.

Perkembangan biofuel menurut Edwards memiliki masa depan yang cemerlang, hal ini didorong oleh beberapa faktor pendukung. Pertama adalah kebutuhan mendesak terhadap teknologi untuk mengkonversikan biomassa menjadi bahan bakan akan membuktikan harga yang kompetitif dengan minyak mentah. Kedua, dunia akan meminta alternatif terbarukan karena dampak karbon yang dihasilkan minyak mentah. Selain itu akan ada penyeimbangan kembali sekuritas energi dan lapangan pekerjaan yang banyak membantu distribusi feedstock.

Faktor-faktor tersebut menurutnya berarti bahwa dunia akan memiliki teknologi yang lebih baik dan dengan harga yang lebih kompetitif. Akan ada nilai tertentu dalam pasar pada waktu dampak karbon dari minyak mentah betul-betul dirasakan, yang akan menyeimbangkan persaingan. Dari segi kebijakan, masyarakat menginginkan kontrol yang lebih pada nasih energi dan biomassa adalah salah satu caranya.

Namun demikian, ada hal-hal yang masih menjadi kendala untuk mempercepat perkembangan bahan bakar terbarukan. Beberapa teknologi yang paling menjanjikan masih dalam tahap penelitian skala pilot atau laboratorium. Teknologi-teknologi ini masih harus dibuktikan kompetitivitasnya terhadap besar produksi dan biaya. Kemudian masih ada pekerjaan pada seluruh bagian upstream dari rantai value. Pada upstream minyak (fosil), proses yang dilakukan adalah drilling, mempompakan minyak, kemudian membawa minyak tersebut dengan tanker ke pemurnian minyak. Diperlukan rantai value yang sama sekali baru dalam hal logistik biomassa.

Perusahaan-perusahaan minyak besar juga tengah mengembangkan program energi alternatif. Namun, menurut Edwards, perusahaan-perusahaan tersebut sangat dipengaruhi oleh teori manajemen cash-flow dan portofolio capital-investment. Mereka tertarik, kemudian mundur, kemudian masuk lagi ke dalam program energi alternatif. Volatilitas dari manejemen cash-flow tersebut, mengingat mereka menginvestasikan milyaran dolar per tahunnya pada proyek upstream (minyak dan gas), dianggapnya bukan cara terbaik untuk mengkomersialisasikan energi.

Harga minyak pada tahun-tahun belakangan sangat tak bisa diprediksi. Jauh lebih mudah bagi industri biofuel untuk mendapatkan keuntungan saat minyak mentah berharga 140 dolar per barel daripada saat harganya menurun drastis menjadi 40 dolar. Hal yang sedang diupayakan industri biofuel ini adalah mengatakan: Anda tahu, kami ingin memutus hubungan dengan komuditas bernama minyak mentah dan membangun suatu komuditas baru bernama energi dari biomassa. Jika minyak mentah tetap pada 40 dolar selamanya, teknologi-teknologi biofuel ini hanya akan berhasil dengan kebijakan-kebijakan signifikan yang dipengaruhi oleh penyediaan lapangan pekerjaan, sekuritas energi, dan upaya-upaya untuk melestarikan lingkungan. Edwards mengatakan, yang perlu dipahami mengenai industri biofuel ini adalah pihaknya berusaha mengubah ekonomi yang dipengaruhi oleh minyak mentah menjadi ekonomi yang dipengaruhi oleh biomassa.

Sumber: http://money.cnn.com/2009/07/23/news/companies/biomass_alternative_energy.fortune/index.htm